A. Pendahuluan
Kajian
tentang sejarah peradaban Islam, tidak terlepas dari keberadaan sebuah Dinasti
yaitu Dinasti Bani Umaiyah yang berkuasa selama lebih kurang 90 tahun (41-
132/661-750). Dinasti ini didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan Ibn Harb Ibnu
Umayyah melalui peristiwa tahkim ketika pecahnya perang Sifin di Daumatul
Jandal. Kehadiran Dinasti Umayyah telah memberi warna baru dalam bebakan
sejarah pemerintahan Islam dengan sistim pemerintahan yang sangat berbeda
dengan sistim yang diterapkan pada pemerintahan Islam yang pada masa-masa
sebelumnya, baik pada masa Rasulallah SAW maupun pada masa Khulafaurrasyidin .
sistim pemerintahan yang baru ini banyak sorotan dan ketidak pauasan dikalangan
masyarakat Islam pada umumnya.
Terlepas
dari persoalan sistim pemerintahan yang diterapkan, sejarah telah mencatat
bahwa Dinasti Umayyah adalah Dinasti Arab pertama yang telah memainkan perang
penting dalam perluasan wilayah, ketinggian peeradaban dan menyebarkan agama
Islam keseluruh penjuru dunia, khususnya eropa, sampai akhirnya dinasti ini
menjadi adikuasa.
Masa
pemerintahan Muawiyah tergolong cemerlang. Ia berhasil menciptakan keamanan
dalam negeri dengan membasmi para pemberontak. Ia juga berhasil mengantarkan
negara dan rakyatnya mencapai kemakmuran dan kekayaan yang melimpah.
Pemerintahan Bani Umayyah dimulai dari Muawiyah bin Abi Sufyan dan ditutup oleh
Marwan bin Muhammad. Diantara mereka ada pemimpin-pemimpin besar yang berjasa
dalam berbagai bidang sesuai dengan kehendak zamannya, sebalaiknya ada khalifah
yang tidak patut dan lemah. Adapun urutan Khalifah Umayyah adalah sebagai
berikut:
41
H/661 M - Muawiyah I (Muawiyah Ibn Abi Sufyan)
60 H/680 M - Yazid I (Ibn Muawiyah)
64 H/686 M - Muawiyah II (Ibn Yazid)
64 H/683 M - Marwan I ( Ibn Hakam)
65 H/685 M - Abdul Mali (Ibnu Marwan)
86 H/705 M - Al-Walid I (Ibn Abd Malik) 96 H/715 M - Sulaiman
(Ibn Abd Malik)
99 H/717 M - Umar (Ibn Abd Azis)
101 H/720 M - Yazid II (Ibn Abd Malik)
105 H/ 724 M - Hisyam Ibn Abd Malik
125 H/743 M - Al-Walid II (Ibn Yazid II)
126 H744 M - Ibrahim (Ibn al-Walid II)
127 H-123 H/744-750- Marwan
II (Ibn Muhammad)
Ahli sejarah mencatat bahwa Khalifah terbesar adalah
Muawiyah, Abdul Malik dan Umar Ibn Abdul Aziz.[1][1]
Melihat
pentingnya pembelajaran mengenai corak pemerintahan Bani Umayyah, maka pada
seminar makalah kali ini penulis akan membahas sekelumit tentang Dinasti
Umayyah, dari awal berdirinya sampai kepada permasalaahan yang dicapai dalam
pemerintahan. Untuk itu mudah-mudahan makalah ini bermamfaat bagi penulis dan
untuk kita bersama, serta penulis sangat mengharap kritik dan saran yang
bersifat bisa memajukan untuk penulis.
B. Sejarah Berdirinya Bani Umayyah
Nama Dinasti Bani Umayyah diambil dari Umayyah bin Abd Al-
Syam, kakek Abu Sofyan. Sedangkan
Muawiyah bin Abi Sofyan berasal dari keturunan Bani Umayyah , yang berasal dari
suku Quraisy.[2][2]
Setelah
terjadi kesepakatan antara Hasan bin Ali as dengan Muawiyah bin Abi Sofyan pada 41 H/661 M, maka secara
resmi Muawiyah diangkat menjadi Khalifah oleh umat Islam secara umum. Pusat
pemerintahan Islam di pindahkan olehg Muawiyah dari kota Madinah Ke Damaskus.[3][3]
C. Bentuk Pemerintahan Dinasti Bani
Umayyah
Setelah
Muawiyah memindahkan pusat pemerintahan dari kota Madinah ke Damaskus, maka
pemerintahan Muawiyah berubah bentuk dari Theo-Demokrasi menjadi Manarchi
(kerajaan/dinasti) hal ini berlaku semenjak ia mengangkat putranya Yazid
sebagai putra mahkota. Kebajikan yang dilakukan oleh Muawiyah ini dipangaruhi
oleh tradisi yang terdapat dibekas wilayah kerajaan Bizantium yang sudah lama
dikuasai oleh Muawiyah, semenjak dia diangkat menjadi Gubernur oleh Umur Ibn
Khatab di Suriah. Setelah Muawiyah meninggal dunia orang-orang keterunan Umayyah
mengangkat Yazid bin Muawiyah menjadi Khalifah sebagai pengganti ayahnya.
semenjak itu sistim pemerintahan Bani umayyah memakai sistim turun-temurun
sampai kepada Khalifah Marwan bin Muhammad. Marwan bin Muhammad tewas dalam
pertempuran melawan pasukan Abdul Abbas As-Safah dari Bani Abas pada tahun 750
M. dengan demikian berakhir Dinasti Bani Umayyah dan diganti oleh Dinasti Bani
Abbas setelah memerintah lebih kurang 90 tahun.[4][4]
Atas
perobahan bentuk pemerintahan dari demokrasi ke munarchi, menimbulkan
pertentangan dua tokoh, yakni Husen bin Ali dengan Abdullah bin Zuber sehingga
mumbuat Husen dan Abdullah meninggalkan kota Madinah. Adapun khalifah-khalifah
terbesar Bani Umayyah adalah Muawiyah bin Abi Sofyan (661-680 M), Abd Al-MAlik bin Marwan (685-750
M), Al-Walid bin Abdul Malik (705-715), Umar bin Abdul Azis (717-720 M), Hasyim
bin Abdul Malik (720-743 M), puncak kejayaan Dinasti Bani Umayyah terjadi pada
masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), setelah itu merupakan masa keruntuhannya.
D. Kebijakan dan Orientasi Politik
Kekhalifahan Muawiyah
diperoleh dengan bermacam-macam cara dan srategi, bahkan dengan menggunakan
kekerasan, deplomasi dan tipu daya, tidak dengan pemilihan dan suara terbanyak.
Suksesi kepemimpinan sejara turun-menurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan
seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadapnya. Muawiyah bermaksud
mencontoh manarchi di Persia dan Bazantium. Dia memang tetap menggunakan
istilah Khalifah, namun dia memberikan interpristasi baru dari kata-kat untuk
mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut “ Khalifah Allah” dalam pengertian
“penguasa” yang diangkat oleh Allah SWT.[5][5]
Selama
Bani Umayyah memerintah banyak terjadi kebijakan politik yang dilakukan pada
masa pemerintahannya seperti:
- Pemisahan
kekuasaan
Pemisahan kekuasaan terjadi antara kekuasaan agama
(spiritual pawer), dengan kekuasaan politik (timporer pawer). Sebelumnya pada
masa Khalifah Rasidin belum terjadi pemisahan antara kekuasaan politik dan
kekuasaa agama. Pemisahan kekuasaan yang dilakukan oleh Muawiyah dapat dipahami
karena Muawiyah sebagai penguasa pertama Negara ini bukanlah orang yang ahli
dalam bidang keagamaan, sehingga masalah keagamaan tersebut diserahkan kepada
‘Ulama. Oleh karena itu dikota-kota besar dibentuk para qhadi/hakim, pada umumnya
para Hakim menghukum sesuai dengan ijtihatnya yang sesuai dengan landasan
Al-Qur’an dan Hadist.
- Pembagian
Wilayah
Dalam hal pembagian wilayah, pada
masa pemerintahan yang di pimpin oleh Muawiyah terjadi perubahan yang besar.
Pada masa Khalifah Umar bin Khatab, terdapat lapan provinsi. Maka pada masa
pemerintahan yang di pimping Muawiyah menjadi sepuluh provinsi, seperti a.
Syiria dan Palisrtina, b, Kuffah dan Irak, c. Basrah, Persia, Sijistan,
Khurasan, Bahrain, Oman, Najd, Yamamah, d. Armenia, e. Hijaz, f. Karman dan
India, g. Egypt h. Afrikiyyah (Afrika utara), i. Yaman dan Arab Selatan, j.
Andalus. Disini Cuma Mesir saja yang tidak terjadi perubahan, selibihnya
terdapat perubahan wilayah.
Setiap provinsi tetap dikepalai oleh
Gubernur yang bertanggung jawab langsung terhadap Khalifah. Gubernur berhak
menunjukkan wakilnya di daerah yang lebih kecil dan mereka dinamakan
dengan ‘Amil. Belanja daerah tiap-tiao
provinsi didapatkan dari sumber yang ada di daerah itu sendiri. Sisa dari
keuangan di daerah dikirimkan ke ibu kota untuk mengisi kas atau Bait Al-Mal
Negara.
- Bidang Administrasi Pemerintah
Pada
masa pemerintahan Dinasti Bani Umayyah yang dipimping oleh Muawiyah dibentuk
beberapa Dewan (depertemen) yang terdiri dari:
a.
Dewan Al-
Rasail
Diistilah
kan dengan Sekrataris Jenderal, berfungsi mengurus surat-surat Negara yang
ditujukan kepada para Gubernur atau menerima surat-surat dari mereka. Dewan
Al-Rasail terbagi kepada dua yaitu
1). Sekratariat Negara (di pusat)
yang menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar.
2). Sekratariat Provinsi yang
menggunakan bahasa Yunani (Greek) dan persi sebagai bahasa pengantar. Setelah
bahasa arab dijadikan bahasa resmi seluruh Negara Islam, bahasaYunani dan persi
yang terdapat di provinsi berubah kedalam bahasa arab.
b. Dewan Al-Kharraj
Dewan
ini beroperasi disektor pengambilan pajak dan keuangan. Yang dibentuk pada
setiap provinsi yang dikepalai Shahib Al-Kharaj yang diangkat oleh Khalifah dan
bertanggung jawab kepadanya.
c.
Dewa
Al-Barid
Disebut
juga dengan Badan Intelejen Negara yang berfungsi sebagai penyampai
berita-berita rahasia daerah kepada pemerintah pusat. Kepala dewan ini
memberikan emformasi tentang tingkah laku para gubernur di daerah atau hal-hal
lain yang ada hubungannya dengan kebijaksanaan pemerintah. Pada masa
pemerintahan Abdul Maalik, berkembang menjadi Depertemen Pos khusus urusan
pemerintah. Dengan demikian kerjanya semakin luas,
d. Dewan Al-Khatan
dewan
Al-Khartan ( Depertemen Pencatatan), pertama didirikan oleh Muawiyah. Setiap
peraturan yang dikeluarkan oleh Khalifah harus disalin dalam satu regester,
kemudian yang asli harus disegel dan dikirim ke alamat yang dituju
e. Al-Imaroh Alal
Buldan.
Muawiyah
membagi daerah Mamlakah Islamiyah kepada lima wilayah besar yaitu:
1). HIjaz, Yaman dan Nejid
(perdalaman daerah Jazirah Arabia)
2). Irak, Arab (negeri-negeri Babilon Asyrura Lama)
3).
Mesir dan Sudan
4).
Armenia, Asia Kecil
5).
Afrika Utara, Lybia, Andalusia, Sicilia, dan Sidinia
f. Politik Arabisasi
Pada
masa pemerintahan Bani Umayya ( sejak khalifah Abd Malik bin Marwan) berkembang
istilah arabisasi usaha-usaha penggaraban oleh Bani Umayyah diwilayah-wilayah
yang dikuasai Islam. Termasuk disini pengangkatan pengajaran bahasa arab,
penerjemahan buku-pbuku asin kedalam bahasa arab[6][6].
g. Shurthah (Kepolisian)
Pada
mulanya organisasi Kepolisian menjadi bagian dari organisasi Kehakiman yang
bertugas melaksanakan perintah hakim dan keputusan-keputusan pengadilan, dan
Kepalanya sebagai Kepala al- Hudud. Tidak lama kemudian, maka organisasi
Kopolisian terpisah dari kehakiman, dengan tugas mengawasi dan mengurus
soal-soal kerajaan.
D. Organisasi Negara dan Susunan
Pemerintahan
1. Kebijakan
Militer Daulah Bani Umayyah
Organisasi
meliter pada masa kepemimpinan Muawiyah bin Abi Sofyan, tidak jauh berbede
dengan apa yang telah dibuat oleh Khalifah Umar Ibn Khatab. Hanya lebih
disempurnakan, perbedaan terletak pada, kalau masa Umar, tentara Islam adalah
tentara sukarela, sedangkan pada masa pemerintahan yang dipimping oleh
Muwawiyah yang menjadi tentara adalah orang-orang yang dipaksa atau setegah
paksa. Untuk menjalankan kewajiban ini dikeluarkan Undang-undang wajib militer
yang dinamakan “Nidhamul Tajnidi Ijbari”.
Politik ketenteraan muawiyah ini yaitu politik Arab. Dimana tentaranya
harus berasal dari orang-orang Arab atau unsur Arab. Keadaan ini terus berjalan
sampai wilayahnya menjadi luas meliputi Amerika Utara dan Andalusia. Karena
luasnya wilayah, maka mereka meminta bantuan bangsa Barbar untuk menjadi
tentara.[7][7]
peta persebaran islam pada zaman klasik |
a. Perluasan ke Asia Kecil
Setelah
Muawiyah berhasil memadamkan pemberontakan-pemberontakan didalam Negeri,
mulailah dia mengarahkan perhatiannya untuk mengembangkan wilayah Islam ke
imperium Bazentium. Untuk itu dia mempersiapkan armada laut yang terdiri dari
1700 kapal, lengkap dengan perlengkapan
dan pembekalannya. Lalu dia menyerang pulau-pulau dilaut tengah, sehinga berhasil
menduduki pulau Rhodes tahun 53 H dan pulau Kreta tahun 54 H. Setelah berhasil
menguasai pulau-pulau tersebut, Muawiyah mulai pula mengerahkan anggatan
lautnya yang lebih besar untuk menggepung kota Konstatinopel dibawah pimpinan
Yazid bin Muawiyah yang didampingi Abu Ayub al-Anshari, Abdulah Ibn Zuber,
Abdullah Ibn Umar dan Ibnu Abass.
Pengepungan kota Konstatinopel berlangsung selama 7 tahun (54-61 H). penyeragan
pertama ini gagal karena Leon Mur’asy berkhianat, berbalik menyerang kaum
Muslimin, setelah mendapat bantuan kaum Muslimin untuk menyerang Bazintium.
2.
Perluasan ke Timur
Ke
arah timur, Muawiyaah dapat menaklukkan daerah Kkurasan sampai ke sungai Oxus
dan dari Afganistan sampai ke Kabul (674 M). ekspansi ketimur ini diteruskan
pada zaman Abd al-Malik dibawah pimpinan al-Hajaj Ibn Yusuf. Tentara yang
dikirimnya menyeberagi sunag Oxus, kemudian dapat menundukkan daera Balkh,
Bukhara, Khawariz, Firghana dan Samarkand. Selanjutnya pasukan muslim juga
sampai di India dan serta dapat menguasai Bulukhistan, Sind, daerah Punjab
sampai ke Multan (713 M)
3.
Perluasan ke Afrika Utara
Tugas
ini dipercaya kepada Uqbah Ibn Nafi’ al-fahri. Dia berusaha menarik bangsa
barbar untuk masuk Islam. Karena kemahiran dan kebaraniannya, Uqbah dapat
mengalahkan armada Bazantium di daerah pantai, demikian pula bangsa Barbar
diperdalaman. Dengan demikian daerah Tripoli dan Fazzan daapat dikuasai.
Selanjutnya dia terus ke Selatan sampai ke Sudan, setelah itu ke Mesir.
Kemudian disebuah lembah yang terletak jauh dari pantai, dia membangun kota
Qairawan pada tahun 50 H/670 M. didalam kota ini di bangung Mesjid,
asrama-asrama meliter, gedung-gedung pemerintahan serta perumahan perwira dan
keluarganya. Pada masa pemerintahan Abdul Malik (685-750 M) dia mengirim Hasan
Ibn Nu’man al-Ghasani, sehingga pasukan ini berhasil mengalahkan
pasukan-pasukan Bezentium dari Afrika Utara dan menumpas perlawanan bangsa
Barbar.[8][8] Dengan
demikian, negeri-negeri dari Mesir sampai kepantai laut Atlantik menjadi bagian
kekuasaan Islam.
4.
Perluasan ke Barat
Perluasam ke Barat terjadi pada masa
Khalifah Al-Walid (705-715 M) pasukan muslim yang dipimpin oleh Musa Ibn
Nusyair dapat menaklukkan Jazair dan Maroko tahun 89 H. kemudian mengangkat
Thariq Bin Ziyat sebagai wali pemerintahan daerah tersebut pada tahun 92 H/711
M. Thariq menyerang selat antara Meroko dengan bedua Erofa. Dia mendarat di
Gibraltar (Jabal Thariq). Tentara Spayol di bawah pimpinan Raja Rhoderic
berhasil dikalahkan (95 H/714 M). Akhirnya Tolido ibu kota Spayol dapat direbut
pada tahun itu juga. Demikian kota-kota lain seperti Sevele, Malaga, Elvira,
dan Cordova. kemudian menjadi ibu kota propinsi wilayah islam Spayaol.
Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
mengirim Abd Rahman Ibn Abdullah al-Ghafiqi untuk menyerang kota Bardean dan
Politers. Namun usaha ini gagal karana Charles Martel. Dalam pertempuran
tersebut dia mati terbunuh (721 M)
Usa perluasan wilayah ini menjadi Islam terbesar ke penjuru dunia. Dalam masa inilah benih-benih
kebudayaan Islam mulai tumbuh dan berkembang. Islam berkembang di Spayol lebih kurang
6 Abad. Orang-orang Erofa banayak menuntuk ilmu ke Spayol sehingga Erofa
bangkit menjadi Negara maju.[9][9]
E.
Kedudukan Amir al-Mukmin
Pada
masa pemerintahan yang dipimpin
Muawiyah, Amir Mukmin hanya bertugas sebagai khalifah dalam bidang
temporal (politik), sedangkan urusan keagamaan diurus oleh para ulama. Hal ini
berbeda dengan Amirul Mukmin pada masa khalifah Rashydin yang mana khalifah
disamping kepala politik juga kepala agama. Pada masa Muawiyah ini khalifah
diangkat secara turun temurun dari keluarga Umayah.[10][10]
F.
Sistim Sosial (Arab Malawi)
Masyarakat
dunia Islam begitu luas terdiri dari pelbagai kelompok etnis, Arab, Persia,
Rusiah, Kopti, Barbar, Vandal, Gothik, Turki dan lain-lain. Orang-orang Arab,
meskipun merupakan unsur monoritas di daerah-daerah yang ditaklukkan, tetapi
mereka memengang peranan penting dalam politik dan soaial. Orang Arab
menganggap bahwa mereka lebih mulia dari kaum muslimin bukan Arab sendiri. Kaum
muslimin bukan Arab (non-Arab) digelar dengan nama Al-Muali (asal mula Muwali),
yaitu budak-budak tawanan perang yang telah dimerdekakan. Kemudian disebutnya
Muali semua orang Islam yang bukan Arab.
Bahkan
mereka menggelarkan “Mawali” dengan Al-Hamra (Si Merah). Orang-orang Arab
memandang dirinya “Sayid” (tuan) atas bangsa bukan Arab, seakan-akan mereka
dijadikan tuan untuk memerintah. Oleh karena itu, orang-orang Arab dalam zaman
ini hanya bekerja dalam bidang politik dan pemerintahan melulu, sedangkan
bidang usaha-usaha lain diserahkan kepada “Mawali”
seperti pertukangan dan kerajinan. Mawali ini membayar pajak jiwa (Jiziyah)
sama dengan orang non-Islam yangf tinggal diwilayah Islam.
Akibat
dari politik kasta yang dijalankan Dinasti Umayah ini, maka banyaklah kaum
Muwali yang bersikap membantu gerakan Bani Hasyim turunan Alawiyah, bahkan juga
memihak kaum Khawarij. Akhirnya kaum Mawali menjadi berani untuk menentang
kesombongan Arab dengan kesombongan pula, dengan dalil Al-Qur’an dan Hadist,
bahwa tidak ada kelebihan orang arab atas orang ajam (Mawali) kecuali denga
bertaqwa. Di kalangan kaum Mawali lahirlah satu gerakan rahasia yang terkenal
dengan Asy-Syu’ubiyah yang bertujuan
melawan paham yang membedakan derajat kaum Muslimin yang sebetulnya mereka
adalah bersaudara.[11][11]
G. Sistim Fiskal (Keuangan ).
Ada
beberapa tambahan sumber uang pada zaman Dinasti Umayyah, seperti al-Dharaaib,
kewjiban yang harus dibayar oleh warga Negara. Kepada penduduk dari
negeri-negeri yang baru dilakukan, terutama yang baru masuk Islam ditetapkan
pajak-pajaak istimewa. Saluran uang keluar, pada masa Daulah Bani Umayah pada
umumnya sperti permulaan Islam. Yaitu untuk.
1. Gaji para pegawai dan tentara, serta
biaya tata usaha Negara.
2. Pembangunan pertanian, termasuk
eregasi dan penggalian terusan-terusan.
3. Ongkos bagi orang-orang tawanan
perang.
4. Perlengkapan perang
5. Hadiah-hadiah kepada para pujangga
Pada masa Umayah, Khalifah Abdull Malik mencetak mata uang
kaum muslimi secara teratur. Pembayaran diatur dengan menggunakan mata uang
ini, walaupun pada masa Khalifah Umar Bin Khatab sudah dicetak mata uang, namun
belum begitu teratur.[12][12]
H. Sistim Peradilan
Pada
masa dinasti Bani Umayah ini pengadilan dipisahkan dengan kekuasan politi.
Kehakiman pada masa ini mempunyai dua cirri kahasnya, yaitu:
1. Bahwa seorang Qadhi (Hakim)
memutuskan perkara denga ijtihadnya, karena pada masa itu belum ada “Mazhab Yang Empat” ataupun
mazhab-mazhab lainnya. Pada masa ini para Qadhi menggali hukum sendiri dari
Al-Qur’an dan Sunnah dengan berijtihad.
2. Kehakiman belum terpengaruh dengan
politik. Karena para Qadhi bebas merdeka dengan hukumnya, tidak terpengaruh
pada kehendak orang besar yang berkuasa. Mereka bebas bertindak, dan keputusan
mereka berlaku atas penguasa dan petugas pajak.[13][13]
I. Pembanguna,
Peradaban, Pengembangan Intlektual, Bahasa dan Sastra Arab.
Pada masa Bani Umayah ini merupakan peletak dasar
pembangunan peradaban Islam yang nanti pada masa Bani Abas merupakan puncak
dari peradaban Islam. Pada masa Bani Umayah Ilmu Naqliyah mulai berkembang.
Perkembangan yang lebih menonjol adalah ilmu tafsir dan ilmu hadist. Khalifah
Umar Bin Abdul Azis sangat menaruh perhatian yang besar kepada pengumpulan
Hadist. Pengumpulan hadist dilaksanakan oleh ‘Asim al-Anshari. Pada masa ini
munjul ahli-ahli hadist seperti Abu bakar Muhammad bin Muslim bin Abdillah
al-Zuhri dan Hasan Basri. Disamping itu muncul pula ilmu tata bahasa Arab
(Nahwu), Sibaweih menyusun al-Kitab untuk mempelajari bahasa Arab bagi orang
yang tidak mengerti bahasa Arab. Ini muncul karena wilayah Islam telah
berkembang ke luar Jazirah Arab. Orang belum mengenal bahasa Arab, apalagi
kahalifah Abdul Malik mengerakkan politik Arabisasi.
Ilmu Aqliyah pada masa
ini mulai dikenalkan. Khalifah Muawiyah memerintahkan supaya diterjemahkan
karya-karya bangsa Grek (Ynani) yang
mengandung bermacam-macam ilmu. Dengan demikkian orang Islam pada masa ini
mulai mengetahui ilmu kedokteran, ilmu Kalam, Seni bangun dan sebagainya. Ilmu
Aqliya pada maasa ini baru bertingkat permulaan dan pengenalan. Tingkat
perkembangan adalah pada masa khalifah Abdul Malik.[14][14]
J. Interregnum (Masa Peralihan
Pemerintahan)
Interregnum
(masa peralihan pemerintahan) terjadi pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Masa
peralihan yang kejam, menekan rakyat dan sebagainya kepada masa yang damai,
lemah lembut dan makmur.
Pada
masa Umar bin Abdul Aziz (717-720 M) terjadi perubahan kebijaksanaan yang telah
mapan mengenai kekhalifahan, dan berusaha menyerahkan mekanismenegara adikuasa
pada seorang Muslim, tidak diatas basis Arab. Ia menerapkan prinsip persamaan
terhadap seluruh Muslim, baik Arab maupun non Arab dan memperkenalkan
hukum-hukum barumengenai persamaan, pemberian tunjangan keuangan kepada kaum
muslimin tampa memperhatikan asal usul mereka. Hal ini jauh berubah dari
kebijaksanaan sebelumnya yang lebih mengutamakan orang Arab. Orang-orang muslim
non-Arab dibebasakan dari pajak jiwa yang selama ini mereka bayar. Dengan
demikian bertambah banyak orang masuk Islam.[15][15] Umara mengadakan
dialog dengan orang Syi’ah dan kaum
Khawarij, sehingga mereka merasa puas dan tidak mengganggu Dinasti Bani
Umayyah. Ia juga memecat pejabat dan juga Gubernur yang kejam, menindas rakyat
dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Dengan dimikian dimasa ini dikenal
dengan masa peralihan.
J. Kesimpulan
Nama
Dinasti Umayah diambil dari Umayyah bin Abd al-Syam, kakek Abu Sofyan. Muawiyah
bin Abi Sofyan yang berasal deari suku Quraisy. Muawiyah mengubah bentuk
pemerintahannya dari Theo- Demokrasi menjadi Monarchi (Kerajaan /Dinasti) sejak
Muawiyah mengngkat anaknya Yazid sebagai putra mahkota. Hal ini menimbulkan
perrtentangan antara dua tokaoh yakni Husen bin Ali dengan Abdullah bin Zubir
sehinga membuat Husen bin Ali dan Abdullah bin Zubir meninggalakan kota
Madinah. Pertentangan itu melahirkan perang saudara kedua dengan kemenangan
berada pada Bani Umayyah dengan mengokohkan kekakhalifahan di Damaskus selama
90 tahun.
Organisasi
Negar dan Susunan Pemerintahan pada masa Daulah Bani Umayyah yaitu Kebijakan
meliter Daulah Bani Umayyah, Kebijakan dan Orientasi politik, bidang
Administrasi Pemerintahan, Sistim Fisikal/keuangan, Sistim Peradilan
Pada
masa Umar bin Abdul Aziz, Akhirnya dinasti ini mengalami kemunduran dan
akhirnya runtuh ditangan Abdul Abbas As-Safah tahun 720 M. diantara
faktor-faktor yang memicu runtuhnya Dinasti Bani Umayyah yaitu Munjulnya
gerakan opesisi, politik pemerintahan Bani Umayyah bersifat diskriminatif,
kekeliruan dalam kebijakan keuangan Negara, fola hidup mewah dan berpoya-poya
yang melanda sebahagian khalifah dan keluarganya, kelemahan pemerintahan dalam
mengontrol wilayah yang amat luas. Serta sistim pengangkatan putra mahkota yang
sering menimbulkan dendam dan permusuhan dikalangan keluarga istana.
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>********<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>********<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<<
0 komentar:
Posting Komentar
mohon saran yang mendukung